TUGAS
SOSIOLOGI PENDIDIKAN
TENTANG
LEMBAGA KEMASYARAKATAN
OLEH
NAMA : MIRA
WAHYUNI
NIM/BP : 54425
/ 2010
JURUSAN : PG
– PAUD REGULER MANDIRI
FAKULTAS ILMU
PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI
PADANG
2012
BAB I
A.
Latar Belakang
Soerjono Soekanto menggunakan istilah “lembaga kemasyarakatan” untuk konsep
social institution ini. Di samping
itu ia juga menggunakan istilah “bangunan social” untuk pengertian yang sama (1986 :
177). Pranata atau institusi sosial adalah sistim – sistim yang menjadi wahana
yang memungkinkan warga masyarakat untuk berinteraksi menurut pola – pola
resmi. Beberapa definisi merupakan contoh dari sekian banyak definisi yang
lebih menekankan pengertia “lembaga” secara lebih abstrak, yaknisebagai sistim
nilai dan norma.
Tujuan lembaga kemasyarakatan ini adalah untuk memberikan pedoman pada anggota
masyarakat, menjaga
kebutuhan masyarakat, dan memberikan pegangan kepada masyarakat tentang
lembaga masyarakat.
B.
Rumusan masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas maka
permasalahan yang akan dibahas dalam makalah ini adalah menjelaskan
pengertian lembaga sosial dan fungsi – fungsinya.
lembaga sosial
itu terdiri dari lembaga agama, ekonomi, politik, pendidikan.
C.
Batasan masalah
Masyarakat
kurang mempergunakan lembaga – lembaga masyarakat yang ada.
BAB II
Lembaga Kemasyarakatan
I.
Pengertian Lembaga Kemasyarakatan
Lembaga kemasyarakatan merupakan
terjemahan langsung dari istilah asing sosial- institution. Diantara para ahli
sosiologi, belum ada kata sepakat perihal istilah Indonesia yang tepat untuk
social institutions. Beberapa istilah telah dikemukakan antara lain Koentjaraningrat
mengartikan istilah ini sebagai “pranata social”. Istilah ini hanya diartikan oleh para
antropolog pada umumnya, tapi juga oleh sejumlah sosiolog dan ilmuwan sosial
lainnya. Soerjono Soekanto menggunakan istilah “lembaga kemasyarakatan” untuk
konsep social institution ini. Di
samping itu ia juga menggunakan istilah “bangunan social” untuk pengertian yang sama (1986 :
177). Pranata atau institusi sosial adalah sistim – sistim yang menjadi wahana
yang memungkinkan warga masyarakat untuk berinteraksi menurut pola – pola
resmi. Jadi, lembaga
kemasyarakatan ialah himpunan norma-norma dari segala tingkatan yang berkisar
pada kebutuhan pokok didalam kehidupan masyarakat.
II.
Tujuan Lembaga Kemasyarakatan
Lembaga kemasyarakatan yang bertujuan memenuhi
kebutuhan-kebutuhan pokok manusia pada dasarnya memiliki fungsi, yaitu :
1. Memberikan pedoman pada anggota
masyarakat, bagaimana mereka harus bertingkah laku atau bersikap di dalam
menghadapi masalah-masalah dalam masyarakat, terutama yang menyangkut
kebutuhan-kebutuhan;
2. Menjaga kebutuhan masyarakat
3. Memberikan pegangan kepada
masyarakat untuk mengadakan sistem pengendalian sosial (social control).
Artinya, sistem pengawasan masyarakat terhadap tingkah laku anggota-anggotanya.
Fungsi-fungsi diatas menyatakan
bahwa apabila seseorang hendak mempelajari kebudayaan dan masyarakat tertentu,
maka harus pula diperhatikan secara teliti lembaga-lembaga kemasyarakatan di
masyarakat yang bersangkutan.
III.
Proses Pertumbuhan Lembaga
Kemasyarakatan
a. Norma-norma masyarakat
Supaya hubungan antar manusia
didalam suatu masyarakat terlaksana sebagaimana dharapkan, maka dirumuskan
norma-norma masyarakat. Mula-mula norma-norma tersebut terbentuk scara tidak
sengaja. Namun lama kelamaan norma-norma tersebut dibuat secara sadar. Misalnya
dahulu didalam jual beli, seorang perantara tidak harus diberi bagian dari
keuntungan. Akan tetapi lama kelamaan terjadi kebiasaan bahwa perantara harus
mendapat bagiannya, dimana sekaligus ditetapkan siapa yang menanggung itu,
yaitu pembeli ataukah penjual. Contoh lain adalah perihal perjanjian tertulis
yang menyangkut pinjam meminjam uang yang dahulu tidak pernah dilakukan.
Norma-norma yang ada didalam masyarakat, mempunyai kekuatan mengikat yang berbeda-beda.
Ada norma yang lemah, yang sedang sampai yang kuat daya ikatnya. Pada yang
terakhir umumnya anggota-anggota masyarakat tidak berani melanggarnya. Untuk
dapat membedakan kekuatan mengikat norma-norma tersebut, secara sosiologi
dikenal adanya empat pengertian, yaitu:
a). Cara (usage)
b). Kebiasaan (Folkways)
c). Tata Kelakuan (Mores)
d). Adat Istiadat (Custom)
Cara (Usage) lebih menonjol didalam
hubungan antar individu dalam masyarakat. Suatu penyimpangan terhadapnya tidak
akan mengakibatkan hukum yang berat, akan tetapi hanya sekedar celaan dari
individu yang dihubunginya. Misalnya, orang mempunyai cara masing-masing untuk
minum pada waktu bertemu. Ada yang minum tanpa mengeluarkan bunyi ada pula yang
mengeluarkan unyi sebagai tanda kepuasannya menghilangkan kehausannya. Dalam
cara yang terakhir biasanya danggap sebagai perbuatan yang tidak sopan. Apabila
perbuatan tersebut diperlakukan juga maka paling banyak orang yang diajak minum
bersama akan merasa tersinggung dan mencela cara minum yang demikian.
Kebiasaan (Filkways) mempunyai
kekuatan mengikat yang lebih besar dari pada cara. Kebiasaan diartikan sebagai
perbuatan yang diulang-ulang dalam bentuk yang sama, merupakan ukti bahwa orang
banyak menyukai perbuatan tersebut. Sebagai contoh, kebiasaan memberi hormat
kepada orang lain yang lebih tua. Apabila perbuatan tadi tidak dilakukan, maka
akan dianggap sebagai suatu penyimpanga terhadap kebiasaan umum dalam
masyarakat. Kebiasaan mengormati orang yang lebih tua merupakan suatu kebiasaan
dalam masyarakat dan setiap orang akan menyalahkan penyimpangan terhadap
kebiasaan umum tersebut.
Norma-norma tersebut diatas telah
mengalami suatu proses pada akhirnya akan menjadi bagian tertantu dari lembaga
kemasyarakatan. Proses tersebut dinamakan proses pelembagaan (Institutionalization),
yaitu suatu proses yang dilewatkan oleh suatu norma yang baru untuk menjadi
bagian dari salah satu lembaga kemasyarakatan. Yang dimaksud ialah, sampai
norma itu oleh masyarakat dikenal, diakui, dihargai, dan kemudian ditaati dalam
kehidupan sehari-hari.
Mengingat adanya proses termaksud
diatas, dibedakan antara lembaga kemasyarakatan sebagai peraturan (operative
institutions). Lembaga kemasyarakatan dianggap sebagai peraturan apabila
norma-norma tersebut membatasi serta mengatur prilaku orang-orang, misalnya
lembaga perkawinan mengatur hubungan antara pria dengan wanita. Lembaga
kekeluargaan mengatur hubungan antara anggota keluarga didalam suatu
masyarakat.lembaga kewarisan mengatur proses beralihnya harta kekayaan dari
suatu generasi pada generasi berikutnya.
Lembaga kemasyarakatan dianggap
sebagai suatu yang sungguh-sungguh berlaku, apabila norma-normanya sepenuhnya
membantu pelaksanaan pola-pola kemasyarakatan. Perilaku perseorangan yang
dianggap sebagai peraturan merupakan hal sekunder bagi lembaga kemasyarakatan.
IV.
Social Control
Suatu proses pengadilan sosial dapat
dilaksanakan dengan berbagai cara yang pada pokoknya berkisar pada cara-cara
tanpa kekerasan (persuasive) ataupun dengan paksaan (Coersive). Cara mana yang
sebaiknya diterapkan sedikit banyaknya juga tergantung pada faktor terhadap
siapa pengendalian sosial tadi hendak diperlakukan dan didalam keadaan yang
bagaimana. Didalam keadaan masyarakat yang secara relatife berada pada keadaan
yang tentram, maka cara-cara persuasive mungkin akan lebih efektif dari pada
penggunaan paksaan.
Karena didalam masyarakat yang
tentram sebagian kaidah-kaidah dan nilai-nilai telah melembaga atau bahkan
mendarah daging didalam diri warga masyarakat. Keadaan demikian bukanlah dengan
sendirinya berarti bahwa paksaan sama sekali tidak diperlukan. Betapa tentram
dan tenangnya suatu masyarakat, pasti akan dijumpai warga-warga yang melakukan
tindakan-tindakan menyimpang.terhadap mereka itu kadang-kadang diperlukan
paksaan, agar tidak terjadi kegoncangan-kegoncangan pada ketentraman yang telah
ada.
Paksaan lebih sering diperlukan
didalam masyarakat yang berubah, karena didalam keadaan seperti itu
pengendalian social jugaberfungsi untuk membentuk kaidah-kaidah baru yang
menggantikan kaidah-kaidah lamayang telah goyah. Namun demikian, cara-cara
kekerasan ada pula batas – batasnya dan tidak selalu dapat diterapkan, karena
biasanya kekerasan atau paksaan akan melahirkan reaksi negative, setidaknya
secara potensial.
Reaksi yang negative akan selalu mencari kesempatan dan menunggu dimana saat Agent Of Social Control berada didalam keadaan lengah. Bila setiap kali paksaan diterapkan, hasilnyabukan pengendalian social yang akan melembaga, tetapi cara paksaanlah yang akan mendarah daging serta berakar kuat.
Reaksi yang negative akan selalu mencari kesempatan dan menunggu dimana saat Agent Of Social Control berada didalam keadaan lengah. Bila setiap kali paksaan diterapkan, hasilnyabukan pengendalian social yang akan melembaga, tetapi cara paksaanlah yang akan mendarah daging serta berakar kuat.
V.
Ciri – ciri Umum dan Tipe Lembaga Kemasyarakatan
a.Ciri-ciri umum lembaga
kemasyarakatan
Gillin dan Gillin di dalam karyanya
yang berjudul general Features Of social institutions, telah menguraikan
beberapa cirri umum lembaga kemasyarakatan yaitu sebagai berikut:
·
Suatu lembaga kemasyarakatan adalah organisasi pola-pola
pemikiran dan pola-pola prilaku yang terwujud melalui aktivitas-aktivitas
kemasyarakatan dan hasil-hasilnya.
·
Suatu tingkat kekekalan tertentu merupakan ciri dari semua
lembaga kemasyarakatan. Sistem-sistem kepercayaan dan aneka macam tindakan,
baru akan menjadi bagian lembaga kemasyarakatan setelah melewati waktu yang
relative lama.
·
Lembaga kemasyarakatan mempunyai satu atau beberapa tujuan
tertentu. Mungkin tujuan-tujuan tersebut tidak sesuai atau sejalan dengan
fungsi lembaga yang bersangkutan, apabila dipandang dari susut kebudayaan
secara keseluruhan. Pembedaan antara tujuan dengan fungsi sangat penting oleh karena
tujuan suatu lembaga adalah tujuan pula bagi golongan masyarakat bersangkutan
pasti akan berpegang teguh kepadanya. Sebaliknya fungsi social lembaga
tersebut, yaitu peranan lembaga tadi dalam sistem sisial dan kebudayaan
masyarakat, mungkin tak diketahui atau disadari golongan masyarakat tersebut.
Mungkin fungsi tersebut baru disadari setelah diwujudkan dan kemudian ternyata
berbeda dengan tujuannya. Umpama lembaga perbudakan, ternyata bertujuan untuk
mendapatkan tenaga buruh yang semurah-murahnya, tetapi didalam pelaksanaan
ternyata sangat mahal.
·
Lembaga kemasyarakatan mempunyai alat-alat perlengkapan yang
dipergunakan untuk mencapai tujuan lembaga bersangkutan, seperti bangunan,
paralatan , mesin, dan lain sebagainya. Bentuk serta cara penggunaan alat-alat
tersebut biasanya berlainan antara satu masyarakat dengan masyarakat lain.
·
Lambang-lambang biasanya juga merupakan cirri khas dari
lembaga kemasyarakatan. Lambang-lambang tersebut secara simblis menggambarkan
tujuan dan fungsi lembaga yang bersangkutan.
·
Suatu lembaga kemasyarakatan mempunyai tradisi tertulis
ataupun yang tidak tertulis, yang merumuskan tujuannya, tata tertib yang
berlaku dan lain-lain. Tradisi tersebut merupakan dasar bagi lembaga itu
didalam pekerjaannya memenuhi kebutuhan-kebutuhan pokok masyarakat, dimana
lembaga kemasyarakatan tersebut menjadi bagiannya.
VI.
Tipe – Tipe
Lembaga Kemasyarakatan
Tipe-tipe lembaga kemasyarakatan,
dapat diklasifikasikan dari berbagai sudut. Menurut Gillin dan Gillin,
lembaga-lembaga kemayarakatan tadi dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
a). Grescive institutions dan Enacted
Institutions, disebut juga sebagai lembaga primer, merupakan lembaga-lembaga
yang secara tidak sengaja tumbuh dari adapt istiadat masyarakat.
b). Dari sudut sistem nilai-nilai yang diterima
masyarakat, timbul klasifikasi atas Basic Institutions dan Subsidiary
Institutions. Basic Institutions dianggap sebagai lembaga kemasyarakatan yang
sangat penting untuk memelihara dan mempertahankan tata tertib dalam
masyarakat.
c). Dari sudut penerimaan masyarakat
dapat dibedakan Approved atau Social Sanctioned – Institutions dengan
Unsanctioned Institutions. Approved atau Social Sanctioned Institutions, adalah
lembaga-lembaga yang diterima masyarakat seperti misalnya sekolah, perusahaan
dagang dan lain-lain. Sebaliknya adalah Unsanctioned Institutions yang ditolak
oleh masyarakat, walaupun masyarakat kadang-kadang tidak memberantasnya.
Misalnya kelompok penjahat, pemeras, pencoleng dan sebagainya.
d). Pembedaan antara General Institutions
dengan restricted Institutions, timbul apabila klasifikasi tersebut didasarkan
pada faktor-faktor penyebarannya. Misalnya agama merupakan suatu General
Institutions, karena dekenal oleh hampir semua masyarakat dunia. Sedangkan
agama-agama Islam, Protestan, Katolik, Budha dan lain-lainnya, merupakan
restricted Institutions, oleh karena dianut oleh masyarat-masyarakat tertentu
didunia ini.
e). Berdasarkan fungsinya terdapat
pembedaan Operative Institutions dan regulative Institutions. Yang pertama
berfungsi sebagai lembaga yang menghimpun pola-pola atau cara-cara yang
diperlukan untuk mencapai tujuan lembaga yang bersangkutan, seperti misalnya
lembaga industrialisasi. Yang kedua, bertujuan untuk mengawasi adat-istiadat
atau tata kelakuan yang tidak menjadi bagian mutlak lembaga itu sendiri. Suatu
contoh adalah lembaga-lembaga hukum seperti kejaksaan, pengadilan dan
sebagainya.
Klasifikasi lembaga masyarakat
tersebut, menunjukkan bahwa di dalam setiap masyarakat akan dijumpai
bermacam-macam lembaga kemasyarakatan. Setiap masyarakat mempunyai sistem nilai
yang menentukan lembaga kemasyarakatan manakah yang dianggap sebagai pusat dan
kemudian dianggap berada diatas lembaga-lembaga, kemasyarakatan lainnya.
Pada masyakat totaliter umpamanya
negara dianggap sebagai lembaga kemasyarakatan pokok yang membawahi
lembaga-lembaga lainnya seperti keluarga, hak milik, perusahaan, sekolah dan
lain sbagainya. Akan tetapi dalam setiap masyarakat sedikit banyaknya akan
dijumpai pola-pola yang mengatur ubungan antara lembaga-lembaga kemasyarakatan
tersebut. Sistem pola-pola hubungan tersebut lazim disebut Institutions
Configuration. Sistem tadi, dalam masyarakat yang masih homogen dan
tradisional, mempunyai kecendrungan untuk bersifat statis dan tetap. Lain
halnya dengan masyarakat yang sudah kompleks dan terbuka bagi terjadinya
perubahan – perubahan social kebudayaan, sistem tersebut seringkali mengalami
kegoncangan-kegoncangan. Karena dengan masuknya hal-hal yang baru, masyarakat
biasanya juga mempunyai anggapan –anggapan baru tentang orma-norma yang
berkisar pada kebutuhan pokoknya.
masalah yang terjadi di masyarakat
1.
Mendekati Ujian Nasional pada setiap tahunnya banyak
oknum – oknum yang menjual kunci jawaban palsu. Sehingga siswa / siswi tergiur
untuk membeli kunci jawaban tersebut biar pun harganya tinggi. Mereka beriur
Rp. 50.000 / org untuk membeli kunci jawaban tersebut yang belum tentu benar
jawabannya. Kepala sekolah, pengawas dan guru diharapkan lebih ketat mengawasi
siswanya ujian.
2.
Maraknya aliran – aliran yang menyimpang dari ajaran
Islam. Sehingga menimbulkan konflik antara umat beragama. Agama Non – Islam kurang
menghargai agama Islam pada saat ini. Realita sekarang bahwa kurangnya
kepercayaan kepada agama Islam karena aliran – aliran sesat tersebut.
3.
Konflik antar partai. Semakin banyaknya bermunculan
partai – partai baru yang membuat tingginya persaingan di atara partai sehingga
partai – partai tersebut melakukan persaingan secara tidak sehat / tidak
sportif.
BAB III
DAFTAR PUSTAKA
Soekanto, Soerjono . 2009. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta : PT. Raja
Grafindo
Horton,
Hunt, 1992. Sosiologi 2, Erlangga, Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar